PENGANTAR ILMU PERTANIAN NOV 2010

 

Sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian

nasional dapat dilihat dalam pembentukan PDB, penerimaan devisa,penyerapan tenaga kerja, penyediaan pangan, dan penyediaan bahan baku industri.

 

Sektor pertanian juga berperan dalam meratakan pembangunan melalui upaya pengentasan kemiskinan dan perbaikan pendapatan masyarakat. Selain itu, sekor pertanian juga telah menjadi salah satu pembentuk budaya bangsa dan penyeimbang ekosistem.

Kinerja sektor pertanian merupakan refleksi dari hasil kerja bersama seluruh stakeholder terkait yang mendorong petani dan pelaku lainnya untuk menghasilkan komoditas pertanian secara efisien, produktif dan bermutu.

 

Kinerja sektor ini juga tergantung pada kondisi iklim, kelancaran distribusi sarana dan hasil produksi, kebijakan di bidang pengairan dan tataguna lahan, kebijakan perbankan yang memihak kepada petani, kebijakan harga

dan perdagangan.

Pertumbuhan PDB pertanian menunjukkan trend yang meningkat sejak tahun 2005. Sampai Triwulan III tahun 2007, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 4,62%, dibanding tahun 2006 dan merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi setelah krisis ekonomi.

 

Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor perkebunan (2,80 %), diikuti oleh peternakan (2,41 %) dan tanaman bahan makanan (2,30 %). Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional pada tahun 2007 mencapai 10,40 persen, dengan kontribusi terbesar dari subsektor tanaman bahan makanan sebesar 16,30 persen, diikuti oleh subsektor perkebunan 2,00 persen dan subsektor peternakan 2,00 persen.

 

Minat investor di sektor pertanian selama periode tahun 2004-2006 menunjukkan peningkatan cukup tajam. Persetujuan PMDN meningkat 126persen dari Rp 1,92 triliun tahun 2004 menjadi Rp 4,34 triliun tahun 2005, kemudian meningkat lagi sebesar 54,61 % atau menjadi menjadi Rp.6,71 triliun tahun 2006. Sampai bulan Agustus 2007 persetujuan PMDN telah mencapai Rp. 18,18 triliun. Sementara itu, persetujuan PMA meningkat 122persen dari 208,30 juta dollar AS tahun 2004 menjadi 461,80 juta dollar AStahun 2005, kemudian meningkat lagi sebesar 44,98 persen menjadi

658,70 juta dollar AS tahun 2006. Sampai bulan Agustus 2007 persetujuan Departemen Pertanian

 

Kinerja Sektor Pertanian Tahun 2007 PMA telah meningkat menjadi 1,0691 juta dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa prospek bisnis di sektor pertanian cukup baik yang disertai dengan iklim investasi yang kondusif.

 

Sampai saat ini, sektor pertanian masih menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja. Kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mencapai sekitar separuh dari angkatan kerja nasional.

 

Pada tahun 2004 tenaga kerja yang terserap pada sektor pertanian tercatat sebesar 40,61

juta orang, dan pada tahun 2005 mencapai 41,81 juta orang. Selanjutnya pada tahun 2006 penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian meningkat menjadi 42,33 juta orang, atau 44,47 persen dari total pekerja.

 

Pada tahun 2007 target tambahan lapangan kerja di sektor pertanian sebanyak 2,6 juta

orang. Masih tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menunjukkan peran sektor pertanian sebagai buffer dalam perekonomian nasional mengingat masih terbatasnya penyerapan tenaga kerja di sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu, pembangunan pertanian harus tetap menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional.

 

Salah satu indikator utama tingkat kesejahteraan umum ialah prevalensi jumlah penduduk miskin. Kemampuan Indonesia untuk menurunkan jumlah penduduk miskin secara konsisten, terutama di pedesaan, merupakan prestasi yang patut dibanggakan.

 

Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin tahun 2006 mencapai 39,10 juta (17,75%). Sementara itu, sampai bulan Juli 2007, jumlah penduduk miskin telah menurun menjadi 37,17 juta(16,58%). Namun demikian, sekitar 63,4 % dari penduduk miskin tersebut tinggal di pedesaan dan bekerja di sektor pertanian. Hal ini memperkuat lagi argumen tentang pentingnya memberikan prioritas pembangunan pada sektor pertanian. Menurut beberapa hasil penelitian, pertumbuhan sektor

pertanian mencapai dua kali lebih efektif dalam menanggulangi kemiskinan dibanding sektor-sektor lainnya,

 

Variabel yang sering digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani adalah indeks Nilai Tukar Petani (NTP). Secara nasional, NTP terusmeningkat dari 96,93 pada tahun 2000 (Tahun dasar 1993 = 100) menjadi 116,63 pada tahun 2003. Pada tahun 2005 NTP mengalami penurunan menjadi 100,66, yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM. Melalui berbagai upaya yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani,rata-rata NTP pada tahun 2006 kembali meningkat menjadi 102,49, dengan kecenderungan yang terus membaik. NTP bulanan menunjukkan adanya Departemen Pertanian Kinerja Sektor Pertanian Tahun 2007 pencapaian yang cukup tinggi seperti pada bulan Januari 2007 yang mencapai 108,29 dan pada bulan September 2007 mengalami sedikit penurunan menjadi 106,30.

 

Sektor pertanian tetap menjadi andalan dalam penyediaan pangan. Ketersediaan pangan dalam bentuk kalori dan protein secara kuantitasmasing-masing telah lebih dari 3.000 Kkal/kapita/hari dan lebih dari 74 gram/kapita/hari atau lebih tinggi dibandingkan rekomendasi ketersediaan 2.550 Kkal/kapita/hari dan 55 gram/kapita/hari. Konsumsi energi pada tahun 2005 di wilayah desa dan kota menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2004, yaitu dari 1986 kkal/kapita/hari (99,3%) menjadi 1996 kkal/kapita/hari (99,5%). Demikian juga untuk konsumsi protein, secara umum menunjukkan peningkatan dari 54,7 gram/kap/hari tahun 2004

menjadi 55,3 gram/kap/hari tahun 2005. Pada tahun 2006, konsumsi energy mencapai 1927 kkal/kapita/hari, dan konsumsi protein menjadi 53,7gr/kap/hari. Dalam hal pencapaian Pola Pangan Harapan (PPH) masih diperlukan upaya-upaya yang lebih keras lagi. Tahun 2005 skor PPH sebesar 79,10, namun sedikit menurun menjadi 74,90 tahun 2006.

 

Produksi padi tahun 2007 (Angka Ramalan III) mencapai 57,07 juta ton GKG, meningkat 2,59 juta ton GKG atau 4,76% dibanding produksi tahun 2006. Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Peningkatan produksi padi tahun 2007tersebut terjadi diluar Jawa sebesar 1,92 juta ton (7,85%) dan di Jawa

sebesar 0,67 juta ton (2,24%). Di luar Jawa, peningkatan produksi disebabkan oleh naiknya luas panen sebesar 370,59 ribu hektar (6,09%)

dan produktivitas sebesar 0,66 kw/ha (1,64%). Sedangkan di Pulau Jawa, disebabkan oleh peningkatan luas panen seluas 8,58 ribu ha (0,15%) danproduktivitas sebesar 1,09 kw/ha (2,08%).

 Produksi jagung tahun 2007 (ARAM III) mencapai 13,28 juta ton pipilan kering, naik 1,67 juta ton atau 14,39% dibandingkan produksi tahun 2006. Pencapaian produksi jagung tahun 2007 sama halnya dengan padi

merupakan produksi tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Kenaikan produksi tersebut disebabkan karena kenaikan luas panen seluas 273,61 ribu hektar (8,18%) dan kenaikan produktivitas sebesar 1,99 kuintal/hektar

(5,73%). Peningkatan produksi terjadi diluar Jawa 901.246 ton (18,31%)dan di Pulau Jawa 769.085 ton (11,50%). Di luar Jawa, peningkatan produksi disebabkan oleh naiknya luas panen 147.406 hektar (9,48%) dan

produktivitas 2,55 kw/ha (8,05%).

 

Sedangkan di Jawa, disebabkan oleh peningkatan luas panen 126.200 ha (7,04%) dan produktivitas 1,55 kw/ha(4,15%). Kenaikan luas panen dan produktivitas yang signifikan akibat makin meluasnya minat petani dalam menanam jagung, dan penggunaan benih varietas unggul bermutu terutama varietas hibrida yang disertai dengan penerapan teknologi pemupukan berimbang dan teknologi budidayalainnya seseuai dengan anjuran.

 

 Produksi kedelai tahun 2007 (ARAM III) mencapai 608,263 ton biji kering,mengalami penurunan 139,35 ribu ton atau 18,64% dibandingkan produksi tahun 2006. Penurunan produksi tersebut terjadi karena berkurangnya luaspanen yang cukup luas yakni mencapai 116,11 ribu hektar (20,00%), sedangkan produktivitas mengalami kenaikan 0,22 kuintal/hektar (1,71%). Departemen Pertanian Kinerja Sektor Pertanian Tahun 2007

 

Peningkatan produksi tanaman pangan yang spektakuler tahun 2007(terutama padi dan jagung), dapat dijelaskan oleh beberapa faktor.

Pertama, kondisi iklim tahun 2007 memang sangat kondusif dengan curah hujan yang cukup tinggi dan musim kemarau relatif pendek. Kedua,perkembangan harga-harga komoditas pangan di dalam negeri yangmeningkat cukup signifikan sebagai refleksi dari perkembangan harga di pasar dunia dan efektifitas kebijakan pemerintah. Ketiga, pengaruh berbagai kebijakan dan program pemerintah meliputi penetapan harga,

pengendalian impor, subsidi pupuk dan benih, benih gratis, penyediaan modal, akselerasi penerapan inovasi teknologi, fasilitasi penyuluhan, dan lain-lain.

 

Peningkatan produksi hortikultura diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yaitu untuk konsumsi, bahan baku industri, peningkatan ekspor dan substitusi impor. Dengan demikian peningkatan produksi, mutu

dan daya saing produk merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan dibarengi dengan upaya pengembangan pasar dan promosi produk. Kegiatan pengembangan produksi telah memberikan dampak positif pada penumbuhan ekonomi regional, penyediaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan petani/pelaku usaha.

 

Secara keseluruhan produksi hortikultura menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan ini terjadi sebagai akibat pertambahan luas areal tanam sebelumnya, semakin banyaknya tanaman yang menghasilkan dari pertanaman sebelumnya, berkembangnya teknologi produksi yang diterapkan petani, semakin intesifnya bimbingan dan fasilitasi kepada petani dan pelaku usaha, semakin baiknya manajemen usaha, dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani.

 

Perkembangan produksi hortikultura 2006 – 2007 untuk komoditas bawah merah, cabe, kentang,jeruk, durian dan mangga masing – masing sebesar 8,51, 12,01, 0,23,15,88, 32,08 dan 14,80 persen.

 

Pada tahun 2007 populasi ternak ruminansia yaitu : sapi potong mencapai 11,4 juta ekor, sapi perah 0,4 juta ekor, kerbau 2,2 juta ekor, kambing 14,9 juta ekor, domba 9,9 ekor. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2006) populasi ternak mengalami peningkatan yaitu untuk sapi potong 4,5persen, sapi perah 2,4 persen, kerbau 3,7 persen, kambing 7,9 persen, dan domba 9,8 persen. Sedangkan populasi ternak non ruminansia yaitu babi mencapai 6,8 juta ekor, kuda 0,4 juta ekor, ayam buras 317,4 juta ekor,ayam ras petelur 106,9 juta ekor, ayam ras pedaging 920,8 juta ekor dan itik 34,1 juta ekor. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 populasi ternak mengalami peningkatan yaitu untuk babi 8,7 persen, kuda 3,6 persen, ayam buras 9,1 persen, ayam ras petelur 6,7 persen, ayam ras pedaging 15,5 persen dan itik 4,9 persen.

Pada tahun 2007 produksi daging sebanyak 2.169,8 ribu ton yang terdiri dari daging sapi dan kerbau 464,1 ribu ton, kambing dan domba 148,2 ribu ton, babi 198,9 ribu ton, ayam buras 349,0 ribu ton, ayam ras pedaging 918,5 ribu ton dan ternak lainnya 91,1 ribu ton. Produksi daging terbesar disumbang oleh ayam ras pedaging (42,3 persen), sapi dan kerbau (21,4

persen), ayam buras (16,1 persen) dan babi (9,2 persen).

Bila dibandingkan dengan tahun 2006 produksi daging mengalami peningkatan sebesar 4,8

persen dengan peningkatan terbesar berasal dari ternak domba sebesar 63,4 persen, diikuti oleh ternak kuda 35,2 persen. Produksi ternak yang mengalami penurunan adalah ayam ras pedaging sebesar 3,9 persen.

 

Produksi telur pada tahun 2007 adalah 1297,2 ribu ton yang terdiri dari telur ayam buras 212,5 ribu ton, ayam ras petelur 882,2 ribu ton dan itik 202,5 ribu ton. Sedangkan produksi telur terbesar disumbang oleh telur ayam ras

68,0 persen, telur ayam buras dan itik hampir sama yaitu 16,0%. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 produksi telur mengalami kenaikan

sebesar 7,7 persen dengan kenaikan yang terbesar berasal dari ayam buras sebesar 9,6 persen .

 

Produksi susu pada tahun 2007 sebanyak 636,9 ribu ton yang seluruhnya berasal dari sapi perah. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 produksi susu mengalami kenaikan sebesar 3,3 persen.

 

Luas areal komoditas perkebunan tahun 2007 berdasarkan angka estimasi akan naik 0,45 persen dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu dari 17,6 jutaha menjadi 17,7 ha dengan peningkatan paling tinggi masih untuk komoditas kelapa sawit.

 

Produksi komoditas perkebunan tahun 2007

berdasarkan angka estimasi akan naik 3,74 persen dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu dari 26,06 juta ton menjadi 27,03 juta ton. Kontribusi utama dari tanaman tahunan meliputi karet sebesar 2,60 juta ton, kelapa sawit sebesar 16,83 juta ton, kopi sebesar 570,67 ribu ton, kakao sebesar 841,68 ribu ton dan kelapa sebesar 3,22 juta ton. Sedangkan untuk tanaman semusim produksi tebu mencapai 2,32 juta ton.

 

Khusus untuk komoditi tebu perkembangan pelaksanaan giling Musim Tanam Tahun 2007 sampai dengan bulan September 2007 mencapai areal seluas 322,69 ribu ha, produksi tebu sebesar 24,78 juta ton dengan rendemen rata-rata sebesar 7,39 persen.

produktivitas tebu 76,8 ton/ha dan produktivitas hablur 5,67 ton/ha serta produksi tetes 1,05 juta ton.

 

Secara umum kondisi harga komoditas pertanian nasional mengalami peningkatan terutama untuk beberapa komoditas pangan strategis seperti gabah/beras, jagung dan CPO. Peningkatan harga komoditas pertanian utamanya ditingkat petani akan memberikan insentif tambahan bagi pengembangan kegiatan usahatani.

 

Penetapan HPP gabah dan beras merupakan salah satu kebijakan dalam upaya mengangkat harga yang diterima di petani. Fakta menunjukkan bahwa harga gabah di tingkat petani (GKP dan GKG) terus menunjukkan peningkatan seiring dengan kebijakan harga yang ditetapkan pemerintah.

 

Sejak pertengahan 2005, harga gabah dan beras selalu lebih tinggi dari Harga yang ditetapkan pemerintah. Hal ini menunjukkan keberhasilan kebijakan perberasan melindungi kepentingan petani, sehingga petani dapat menikmati harga yang lebih baik. Secara umum, pada periode 2000–2006 menunjukkan bahwa harga GKP di tingkat petani rata -rata berada diatas harga dasar (HPP). Demikian pula dengan harga gabah ditingkat petani di tahun 2007. Pada Bulan April 2007, rataan harga gabah ditingkat petani sekitar Rp 2192/Kg GKP atau Rp 2784/Kg GKG yang berada diatas HPP sebesar Rp 2035/Kg GKP atau Rp 2575/Kg GKG.

 

Disamping harga beras, harga beberapa komoditas pertanian lainnya seperti jagung juga menunjukkan peningkatan dari Rp1000/Kg (2006) menjadi Rp 2400/Kg – Rp 2600/Kg (Oktober 2007). Sementara, harga jagung di level internasional pada waktu yang sama tampaknya sedikit diatas harga domestik yaitu sekitar 270 US $/ton. Untuk harga patokan

ekspor CPO domestik per Desember 2007 mencapai US $ 862/ton, sementara harga internasional CIF Nort West Europe per November 2007 sebesar US $ 952/ton.

 

Kebijakan dan program pembangunan pertanian dirancang sesuai dengan dinamika permasalahan dan kebutuhan petani dan para pemangku kepentingan lainnya. Dengan demikian, keberhasilan pembangunan pertanian sangat tergantung pada komitmen dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan. Sehubungan itu Departemen Pertanian telah mengerahkan upaya dan daya, baik dari kalangan birokrasi, peneliti, akademisi, masyarakat pertanian, perbankan, maupun kerjasama dengan negara-negara sahabat. Rancangan program telah disusun bersama dengan masyarakat pertanian, dan secara terus menerus telah disosialisasikan kepada publik untuk disempurnakan guna memperkokoh sektor pertanian. Di antara sekian banyak kegi

kegiatan yang telah dilakukan,

antara lain program memperkokoh ketahanan pangan penduduk, upaya merehabilitasi dan memperbaiki kondisi lahan gambut sejuta hektar, pengembangan industri gula aren yang berpotensi menyerap ribuan tenaga kerja, dan merekomendasikan teknologi padi hibrida yang berpeluang besar untuk menjadikan I

ndonesia benar-benar mandiri di bidang beras.

 

Kesungguhan dan upaya tersebut juga didukung oleh semakin meningkatnya APBN sektor pertanian, yang mana pada pada tahun 2007 APBN pertanian telah ditingkatkan menjadi Rp 8,7 trilyun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,4 trilyun atau anggaran total sebesar Rp 10,1 trilyun. Anggaran ini belum termasuk anggaran pendukung pertanian yangberada di luar Departemen Pertanian, seperti anggaran subsidi pupuk, anggaran Raskin, Kredit Ketahanan Pangan, pembangunan irigasi, infrastruktur perhubungan serta kelembagaan pertanian.

 

Bantuan benih unggul gratis bagi petani telah meningkat berturut-turut dari tahun 2004 sampai 2007 yaitu masing-masing sebesar Rp 80,9 milyar, Rp106 miliar, Rp 115 miliar, dan Rp 1 trilyun. Peningkatan dalam kurun waktu empat tahun tersebut mencapai 13 kali lipat.

Hal ini dilakukan setelah mengkaji secara mendalam bahwa teknologi perbenihan sangat penting bagi peningkatan produktivitas dan pendapatan petani, namun selama ini harganya masih memberatkan bagi petani. Penyaluran benih unggul periode Oktober 2006 sampai Mei 2007 adalah 61.400 ton yang cukup untuk pertanaman seluas 2,5 juta hektar.  

 

Peningkatan sarana kerja penyuluh, pengamat hama, penanganan bencana alam di wilayah pertanian dan penanganan penyakit hewan telah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Misalnya pada tahun 2006, telah didistribusikan 5.000 unit kendaraan bermotor serta tambahan biaya operasional sebesar Rp. 250 ribu/orang/bulan bagi 28.000 tenaga penyuluh dan pada tahun 2007 disediakan biaya operasioanl dan insentif bagi pengamat hama sebesar antara Rp 1-1,5 juta/orang/bulan. Selanjutnya,pada tahun 2007 ini pula telah disiapkan formasi untuk mengangkat penyuluh kontrak dan pengamat hama sebanyak 7.288 orang yang prosesnya sedang berlangsung.

 

 Kredit pertanian murah dan mudah diakses petani telah pula diperluas. Jika pada tahun 2004 kita menyediakan bantuan bunga sebesar Rp 1,3 trilyun untuk mendukung kredit pertanian sebesar Rp 20,8 trilyun, maka tahun

2007 telah ditingkatkan menjadi 2,5 kali lipat dan telah diperluas menjadi kredit bidang pangan dan bio-energi. Bahkan ditambah lagi dengan kredit penjaminan agunan yang mencapai Rp.1 trilyun guna membuka akses bagi petani kecil mengambil kredit minimal sebesar Rp 5 juta dari perbankan.

 

Untuk melindungi petani dari resiko kejatuhan harga, pemerintah telah meningkatkan anggaran stabilisasi harga beras yang dikenal dengan Dana Penguatan Modal-Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP), dari

Rp 162 milyar tahun 2004 menjadi Rp 299,93 milyar tahun 2007. Dana tersebut digunakan untuk pembelian gabah/beras sebesar 134.353 ton (Rp 232,43 milyar), jagung sebesar 30.347 ton (Rp 52,5 milyar) dan kedelai sebesar 8.671 ton (Rp 15 milyar). Kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan program pembelian beras oleh BULOG dan kebijakan pengendalianimpor beras.

 Untuk memperbesar akses petani terhadap pembiayaan dari perbankan,pemerintah telah menempatkan dana penjaminan sebesar Rp 255 milyar pada lima bank pelaksana, dengan harapan dapat menyalurkan pembiayaan sampai 10 kali lipat dari nilai tersebut. Penyaluran

kredit/pembiayaan SP-3 oleh bank pelaksana sampai dengan Desember 2006 adalah Rp 18,8 milyar dan selanjutnya dari Januari sampai Mei 2007 telah mencapai sebesar Rp 107,745 milyar sehingga total dana yang telah disalurkan oleh bank pelaksana ke petani adalah sebesar Rp 126,6 milyar.

Bila dilihat menurut subsektor, penyaluran kredit/pembiayaan SP-3 tersebutsampai dengan Mei 2007 untuk subsektor tanaman pangan sebesar 23,32persen, hortikultura 1,83 persen, perkebunan 35,22 persen, peternakan10,92 persen dan perdagangan pertanian 28,71 persen.