Kerendahan hati merupakan cerminan kecerdasan spiritual seseorang. Pribadi yang rendah hati dan pandai menghargai orang lain adalah pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi. Unsur penting yang diperlukan dalam pembentukan karakter pribadi mulia.”
***
Kemarin malam saya dapat kabar dari teman bahwa sahabat saya terpilih sebagai walikota disebuah kota di Sumatera Barat. Saya sempat terkejut. Karena sepengetahuan saya sahabat ini tidak pernah cerita banyak soal niatnya menjadi Walikota. Bahkan dua minggu lalu, dia masih sempat bersama rombongan Pemerintah dan DPR ke Beijing untuk urusan Negara. Artinya kalau memang ada niat untuk ikut dalam PILKADA tentu tidak mungkin dia berangkat ke Beijing. Apakah memang dia tidak serius dan akhirnya tidak punya pilihan bila dia terpilih sebagai walikota dalam PILKADA ? Kebetulan saya lagi diluar negeri, untuk itu saya langsung menelphonenya melalui saluran international. Saya mengucapkan selamat dan pembicaraan cukup singkat karena dia terkesan sibuk. Keesokan siangnya dia menelphone saya. Dia menjelaskan bahwa memang benar dia tidak berniat dan tak berambisi untuk jadi Walkota. Namun teman teman serta tokoh masyarakat menginginkan dia tampil. Dia masih tidak menanggapi serius dorongan itu. Detik detik akhir pencalonan , dia mendapatkan surat Perintah dari DPP Partainya untuk ikut dalam PILKADA. Dia sempat bingung.Karena tidak ada persiapan, apalagi dana untuk kampanye.

Ditengah tengah kebingungan itu, para tokoh masyarakat terus mendorongnya untuk menerima tugas dari DPP itu dan memang masyarakat menginginkan dia tampil menjadi pemimpin dikota itu. Dia baru menyadari bahwa didepannya ada cobaan termaha berat. Tak ada yang bisa dia lakukan kecuali meminta pertolongan kepada Allah. Mungkin dia teringat akan baginda Rasul pernah bersabda kepada sahabatnya “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberinya karena engkau mencarinya engkau akan dibiarkan mengurusi sendiri (tidak Allah bantu). Tetapi jika engkau diberinya tanpa mencarinya maka engkau akan dibantu (Allah l) dalam mengurusinya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim). Itulah sebabnya, setelah bertemu dengan tokoh masyarakata, dia masuk kedalam masjid. Dia sembahyang dan berdoa kepada Allah. Setelah itu dia mendapatkan ketenangan. Didepan saya,  katanya, ada ladang ibadah termaha agung dan dihadapan saya ada jalan , tepatnya persimpangan jalan; kekanan , jalan kemuliaan untuk berkorban demi amanah , demi perintah Allah. Kekiri, jalan setan untuk hidup bermegah diatas tumpukan kemewahan dan pujian dari banyak orang. Ya kekuasaan adalah  sumber fitnah terbesar, dan tanpa pertolongan Allah, tidak ada manusia bisa selamat dari fitnah itu…
Mengapa kekuasaan itu sumber fitnah ? pada kekuasaan itu melekat pakaian yang mudah dikenanakan dan memang tersedia akibat system kekuasaan, yaitu kesombongan dan akhirnya lupa dengan amanah yang harus dibela dan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah kelak. Bagi orang beriman, hidup adalah proses mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan iman adalah jauh dari sifat sombong. Sebagaimana firman Allah “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83). Dalam setiap kesempatan bertemu dengan sahabat saya itu , saya tahu percis dia adalah pribadi yang rendah hati. Padahal dia lulusan terbaik dari Universitas Terkemuka di Indonesia, hafal Al quran , aktifis kemanusiaan sejak masih duduk di bangku kuliah. Dia pendengar yang baik dan bisa menyembunyikan perasaannya dihadapan orang lain walau mungkin pendapat atau sikap orang lain itu tidak dia inginkan. Bila dia berbicara yang dikedepankan adalah prasangka baik dan rasa hormat. Gaya hidupnya sangat sederhana dan murah senyum.
Kini dia telah menjadi walikota. Suatu jabatan yang tak pernah dikejarnya dan ketika datang, dia berserah diri kepada Allah. Semoga dia tetap istiqamah dalam menjalani kehidupan ini. Sebagaimana dia pernah berkata, saya ingin menjadi diri saya sendiri yang bermanfaat bagi orang lain, tak penting dimana saya harus berada. Karena pada akhirnya semua kita akan kembali kepada Allah dan nilai kita adalah keikhlasan berbuat karena Allah. Sebagai penutup saya ingin mengingatkan satu puisi dari Taufik Ismail. Pujangga hebat dari Sumatera Barat.
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
Yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
Yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul di pinggir jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
Tentu harus ada awak kapalnya..
Bukan besar kecilnya tugas
Yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu..
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
Posted 15th July by Erizeli Bandaro